aku dan kamu terpisah oleh selembar benang,
aku di jalanan,
kamu di senayan.
merah mata tak lagi air, tapi darah,
ku peluk tubuh menggigil upik,
"pa, botol isi beras, yang buat ngamen
jatuh di jalan waktu razia"
aku asah pisau - tajam
ku mainkan bayang wajah yang terpantul dari kilatnya,
muak makin menohok.
kamu busai bibir seharum gula-gula,
kamu buat masalah mudah, menjadi
rumit dengan birokrasi,
kamu sulap perkara tidak pernah ada,
kamu berpidato tanpa cela.
aku resah menunggu saatku,
waktu dimana Tuhan pertemukan
antara aku dan kamu,
bergetar tubuh ini terasa nikmat,
saat pisauku menancap lehermu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar